PENGARUH TELEVISI PADA PERILAKU ANAK
Pendahuluan
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan perilaku? Televisi merupakan salah satu produk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini televisi sudah menjadi barang “wajib“ di kalangan masyarakat Indonesia. Hanya dengan sebuah televisi saja, seseorang sudah bisa mengklaim diri mereka sebagai manusia yang sudah mengikuti perkembangan jaman dan layak disebut sebagai manusia modern.
Bagaimana tidak? Televisi adalah produk abad modern dan dari benda tersebut manusia belajar lebih banyak untuk menjadi manusia modern.
Belakangan ini, khususnya di negara kita, siaran-siaran televisi berkembang begitu pesat. Setiap stasiun televisi berlomba-lomba untuk merebut perhatian pemirsa dengan menampilkan acara yang lain. Stasiun-stasiun televisi ini terlihat juga menayangkan acara-acara yang diharapkan dapat menjadi cirri khas mereka. Ada stasiun TV yang begitu semangat menayangkan tayangan tentang berita, ilmu pengetahuan, humaniora, dan lain-lain. Ada juga beberapa stasiun TV yang berlomba-lomba menayangkan puluhan judul sinetron guna menarik pemirsanya hingga meningkatkan rating siaran. Selain itu, siaran tentang olahraga juga tidak luput untuk diudarakan.
Memang baik sekali dengan adanya variasi dari siaran-siaran televisi di Indonesia. Melalui tayangan berita, masyarakat Indonesia tidak perlu takut lagi ketinggalan berita terkini. Begitu pula dengan siaran ilmu pengetahuan, penduduk Indonesia bisa tahu tentang apa saja yang ada di bumi ini.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan untuk mengetahui pengaruh siaran televisi terhadap perilaku anak dan manfaatnya, menambah wawasan serta pengetahuan tentang perilaku anak akibat tayangan televisi.
Pengaruh Positif Media Televisi
Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan yang ampuh untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah langsung dari tempat kejadian dan sumber kejadian. Melalui stasiun televisi, demo dan kerusuhan akibat kenaikan BBM diberbagai tempat dapat kita saksikan secara langsung, dalam waktu bersamaan.
TV juga merupakan salah satu media belajar bagi anak dan bisa memberi pengaruh positif terhadap tumbuh kembangnya. Anak dapat dengan cepat faseh mengucapkan kata-kata hanya dengan menirukan iklan atau nyanyian yang dilihat di televisi. Anak juga dapat belajar atau mengenal adat dan budaya daerah lain, dengan menonton salah acara di televisi, misalnya acara Si Bolang. Si anak juga mendapat hiburan dari acara-acara di televise, seperti film-film kartun.
Namun, apakah acara-acara di televisi itu hanya memberi dampak positif saja bagi anak?
Pengaruh Negatif Media Televisi
Acara Anak dan Film Kartun
Saat ini setiap stasiun televisi telah menyajikan acara-acara khusus untuk anak, walaupun acara khusus anak tersebut masih sangat minim. Hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YLKI), presentase secara khusus ditujukan kepada anak-anak relative kecil, hanya sekitar 2,7 s/d 4,5% dari total tayangan yang ada. Yang lebih mengkhawatirkan bagi perkembangan anak.
Tayangan televisi untuk anak-anak tidak bisa dipisahkan dengan film kartun. Karena jenis film ini sangat popular di lingkungan mereka, bahkan tidak sedikit orang dewasa menyukai film ini. Jika kita perhatikan, film kartun masih didominasi oleh produk film import, seperti Batman, Superman, Popeye, Tom and Jery, Doraemon, Sailor Moon, Dragon Ball, dst, sangat popular dan mendominasi tayangan stasiun televisi kita. Sayangnya dibalik keakraban tersebut, tersembunyi adanya ancaman.
Jika kita perhatikan dalam film kartun yang bertemakan kepahlawanan misalnya, pemecahan masalah tokohnya cenderung dilakukan dengan cepat dan menggunakan kekerasan. Ini bersirat bahwa kekerasan harus dibalas dengan kekerasan.
Adapun contoh perilaku anak setelah menonton Tv antara lain , Bocah 4 tahun bernama Ferhat bergegas menuju lantai 2 rumahnya, TV yang saban hari masih menyala ditinggal begitu saja. Dalam benak terbayang sebentar lagi akan menjadi monster hebat seperti Pikachu yang bisa melayang.Begitu sampai di bibir balkon, tanpa ba..bi..bu.. bocah lelaki itu melompat, Hiyaaaaatt! Hasilnya?? Bukan monster yang hebat, tapi Ferhat masuk rumah sakit . Kakinya patah, beberapa bagian tubuhnya luka cukup parah. Itu hanyalah satu contoh, betapa besar pengaruh TV terhadap perilaku anak. Ferhat ingin seperti Pikachu, tokoh serial Pakemon idolanya, Pikachu adalah tokoh monster kucing imut-imut berwarna kuning yang sakti dan selalu menang dalam pertarungan. “ anak-anak memang banyak meniru tokoh yang dianggapnya sebagi panutan seperti orang tua,guru.
Ajaran Kekerasan dan Syirik
Di mata anak-anak, tokoh-tokoh dalam Pokemon sama tenarnya dengan Teletubbies. Tayangan animasi dari Jepang ini mulai popular di Indonesia akhir 1990. Ditandai dengan munculnya mainan-mainan bentuk Pikachu. Tas punggung, peralatan tulis, kemudian menjamur kebentuk VCD.
Ada empat macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan anak. Pertama, dampak aggressor dimana sifat jahat dari anak semakin meningkat. Kedua, dampak korban dimana anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga, dampak pemerhati disini anak menjadi kurang peduli terhadap kesulitan orang lain. Keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Anak-anak yang menyaksikan program fantasi kekerasan cenderung kurang kooperatif, kurang baik dalam bergaul, kurang gembira, kurang imajinatif. Pecandu televisi juga pada umumnya memperlihatkan masalah di sekolah.
Ajaran kekerasan tak hanya disosialisasikan Pokemon, tetapi yang lainnya masih banyak diantaranya Panji Millenium, Samurai X, Power Ranggers, Ultra man,Dragon Ball, Avatar, Naruto, dan lain-lain. Termasuk tontonan orang dewasa yang akrab dengan anak-anak seperti Smackdown. Masing-masing mempunyai tokoh utama, dan masing-masing mempunyai penggemar fanatic.
Zina dan Durhaka
Berbicara tentang tontonan untuk anak, tentu tak lengkap menyinggung Crayon Shincan. Film animasi yang begitu dikenal anak-anak, yang mempunyai rating cukup tinggi, yakni 9-11. Artinya, ditonton sembilan hingga sebelas persen dari setiap 100 penonton. Namun seperti halnya dengan tayangan lain, efek negatifnya yang lebih mengemuka “film itu jorok” tidak bagus ditonton anak-anak.
Dimana disini contohnya, Shincan suka berkomentar tentang pantat, dada, dan bahkan kemaluan. Hal-hal itu terjadi karena Shincan sebenarnya tontonan orang dewasa. Shinchan tak hanya mengajarkan pornografi, tapi juga kebandelan dan berani kepada orang tua, Di negaranya para ibu-ibu beramai-ramai protes karena disamping tolol dan menjengkelkan, Shincan juga selalu menjadikan ibunya sebagai sasaran kebandelan dan melecehkan ibunya dengan kata-kata yang tidak sopan kepada orang tua.
Tontonan TV untuk orang dewasa banyak ditayangkan pada jam anak-anak. Tayangan ini didominasi oleh sinetron dan telenovela, karena tersaji di depan mata, anak-anak pun begitu lahap mengkomsumsinya. Tahun lalu ada beberapa surat kabar pernah melakukan survey tentang hal ini . Hasilnya, 77% anak suka mengobrolkan acara TV. Padahal program anak yang tersedia di televisi hanya 32 jam. Artinya, setiap anak Indonesia menghabiskan waktu 36 jam untuk menonton televisi yang dipersembahkan bagi orang dewasa.
Langkah apa yang perlu kita ambil untuk menanggulangi berbagai efek-efek negatif acara televisi diatas ?
Perlu Pendampingan dan Pengawasan
Tips untuk menghadapi TV
Majalah intisari menurunkan tips menjaga anak dari pengaruh buruk televisi.
Pertama, sebaiknya orang tua lebih dulu membuat batasan pada dirinya sebelum menetukan batasan bagi anak-anaknya. Biasanya, di saat lelah atau bosan dengan kegiatan rumah orang tua baru menonton televisi. Tetapi kalau itu tidak dilakukan dengan rutin artinya orang tua bisa melakukan kegiatan lain kalau sedang jenuh dan anak akan tahu ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan selain menonton TV.
Kedua, usahakan televisi hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang penting, anak-anak perlu punya cukup waktu bermain bersama teman-teman dan keluarga. Sebenarnya anak-anak secara umum senang belajar dengan melihatnya langsung.
Ketiga, mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa, kapan, dan batas waktu. Tujuannya agar anak menjadikan kegiatan menonton TV hanya sebagai pilihan bukan kebiasaan. Ia menonton TV hanya bila perlu, untuk itu video, kaset bisa berguna, rekam acara yang disukai lalu tonton kembali bersama-sama pada saat y ang sudah ditentukan. Cara ini akan membatasi, karena anak hanya menyaksikan apa yang ada di rekaman itu.
Keempat, cermati jenis program yang ditonton,. Ini penting sebab menyangkut masalah kekerasan, adegan seks, dan bahasa kotor yang kerap muncul dalam suatu acara. Kadang ada acara yang bagus karena memberi pesan tertentu, tetapi di dalamnya ada bahasa yang kurang sopan, atau adegan seperti pacaran, rayuan yang kurang cocok untuk anak-anak. Maka sebaiknya orang tua tahu isi acara tersebut. Usia anak dan kedewasaan mereka harus jadi pertimbangan. Dalam hal seks, orang tua sebaiknya bisa memberikan penjelasan. Kalau ketika sedang menonton dengan anak-anak tiba-tiba nyelonong adegan “saru”. Masalah bahasa memang perlu diperhatikan agar anak tahu mengapa suatu kata kurang sopan untuk ditiru.
Kelima, waktu, kapan dan berapa lama anak boleh menonton T, semua itu tergantung pada cara sebuah keluarga menghabiskan waktu mereka bersama. Bisa saja diwaktu santai sehabis makan malam bersama, atau justru sore hari. Anak yang sudah bersekolah harus dibatasi, misalnya hanya bboleh menonton setelah mengerjakan pekerjaan rumah. Berapa jam? Sebaiknya tidak lebih dari dua jam.Itu termasuk main computer dan video game.
Sekalipun anak-anak cuma berjumlah 16% di dunia, tapi mereka adalah 100% pemimpin masa depan.
Kesimpulan
1. Siaran televisi dapat memberikan pengaruh positif dan negative terhadap perilaku anak. Positif, apabila siaran-siaran tersebut bermuatan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Negative, apabila siaran-siaran kebanyakan berisi tentang kekerasan, pornografi, dan tayangan tidak mendidik lainnya.
2. Siaran televisi di Indonesia saat ini merupakan sebuah dunia yang sangat menyeramkan bagi perkembangan anak. Sebab siaran televisi cenderung bermuatan negative, hal ini juga ditambah dengan tidak adanya batasan waktu penyiaran acara.
Saran
Orang tua diharapkan dapat memaksimalkan peranannya dengan mendampingi anak-anak saat menonton TV. Selain itu, orang tua ssebaiknya memberikan bimbingan pada saat anak menonton TV sehingga anak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Komunikasi antara orang tua dan anak harus selalu terjaga, ini menjadikan anak bisa selalu terbuka walaupun orang tua jarang dirumah. Dan komisi penyiaran televisi sebaiknya lebih mengontrol siaran-siaran stasiun televisi untuk menghindarkan terjadinya hal yang lebih buruk, terutama yang membuat anak berbuat yang aneh-aneh.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun, (1990), Pedoman Studi : Psikologi Kependidikan, IKIP Bandung.
Abu Ahmandi,1991, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta.
Bandung: Mizan.,Bandung:Remaja Karya.
Dedi Supriadi, (1997), Kontraversial tentagn Dampak Kekerasan Siaran Televisi terhadap Perilaku pemirsanya; Bercinta dengan Televisi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Media Indonesia, edisi 2 desember 2006.
Oos M.Anwas,(1998),Kaum Ibu adalah Pendidik Utama, Artikel: HU: Suara Karya Jakarta, 4 mei 1988.
Sri Andayani dan Hanif Suranto,(1997), Perilaku Antisosial di Layar Kaca; Bercinta dengan Televisi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wawan Kuswandi,(1996), Komunikasi Masa: Sebuah Analisi Media Televisi, Jakarta: Rineka Cipta
No comments:
Post a Comment